IDEOPOLSTRATAK
ANALISA
POSISI STRATEGIS HMI DALAM UPAYA MEMPERJUANGKAN MARTABAT BANGSA
Oleh
:
Much.
Yayi Lutfi Mubarok
HIMPUNAN
MAHASISWA ISLAM
CABANG
YOGYAKARTA
2016
ANALISA
POSISI STRATEGIS HMI DALAM UPAYA MEMPERJUANGKAN MARTABAT BANGSA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Diawali
dari pengetahuan manusia terhadap realitas, merupakan bukti bahwa kecenderungan
dalam mencari serta menemukan kebenaran sebagai media dalam mencapai tujuan
adalah fitrah manusia.[1]
Perjuangan
politik setidaknya memiliki beberapa kandungan signifikan yang menjadi landasan
bagi “gerakan” yang akan dilakukan[2], yaitu;
1)
Iman atau keyakinan yang teguh.
2)
Ilmu yang cukup.
3)
Ideologi yang jelas.
4)
Organisasi yang baik, rapi dan disiplin.
5)
Strategi dan taktik yang tepat, serta.
6)
Kemampuan teknis dan teknologis yang memadai.
Beberapa
hal tersebut di atas yang akan bersama-sama kita fahami. Mengingat pentingnya
bekal bagi seorang kader HMI dalam melaksanakan perjuangan Ideologi, Politik
Organisatoris, strategi dan taktiknya kelak. Maka untuk mencapai Harapan bangsa
ini HMI juga ikut serta dalam memperjuangkan Martabat Bangsa Indonesia yang
majemuk ini. Sehingga didalam Organisasi HMI sendiri memerlukan IDEOPOLSTRATAK
(Ideologi, Politik, Strategi dan Taktik) supaya HMI dapat memposisikan dirinya
dalam memperjuangkan Martabat bangsa.[3]
B.
Rumusan Masalah
1) Bagaimana mengembangkan Ideopolstratak
HMI dalam mengembangkan Intelektual Kader?
2) Apakah Ideopolstratak HMI sekarang
masih bisa diaplikasikan untuk memperjuangkan
martabat bangsa?
3) Peranan apakah yang dilakukan oleh
kader-kader HMI dalam Memperjuangkan martabat Bangsa?
C.
Tujuan Penulisan
1) Memperkenalkan Peranan Ideopolstratak
HMI dalam sebuah kancah dunia perubahan yang positif terhadap perubahan bangsa
Indonesia sendiri.
2) Menjadi pedoman serta referensi bagi
kader-kader HMI untuk membangun dunia Intelektual muda di Indonesia.
3) Menjalankan Roda Organisasi HMI, yang
sesuai Ajaran Islam sebagai agama Rahmatan Lil’alamin yang selalu mengajar kebenaran
baik dari Aspek keummatan maupun kebangsaan.
4) Selalu mengamalkan dan membawa visi dan
msi HMI didalam kehidupan sehari-hari sebagai kader yang Intelektual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDEOLOGI
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.
Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18
untuk mendefinisikan "sains tentang ide".[4] Ideologi dapat dianggap
sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu
(bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari
hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide
yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan utama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar
pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep
ini menjadi inti politik.[5]
Sejak awal HMI telah mencantumkan
“Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam” sebagai salah satu tujuannya,
di samping “Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia”. Dengan
demikian, Islam telah dijadikan sebagai landasan organisasi. Dalam hal ini HMI
tidak mendasarkan diri pada “mazhab” tertentu, walau kemudian dalam pola
pemikirannya HMI cenderung sebagai kelompok intelektual muslim pembaharu.[6]
Dari situ HMI menuangkan pemahaman
keislamannya yang tertampung dalam sebuah buku pedoman yang diberi nama Nilai
Dasar Perjuangan (NDP). NDP merupakan gambaran bagaimana seorang HMI memahami
Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Quran. Secara doktrin, yang terkandung
dalam NDP bukanlah ajaran yang bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan
formulasi kembali atas Al-Quran sehingga tertuang menjadi suatu kepribadian bagi
kader HMI dalam mewujudkan amanat Tuhan sebagai khalifah fil-ardhi.
NDP adalah landasan ideologis perjuangan
HMI, sebagai ruh yang mendorong moral pergerakan kader. Pemahaman terhadap NDP
diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan diri kader akan keyakinan ilahiahnya,
membangun semangat humanisme dalam interaksi dengan sesama manusia, dan sebagai
sumber nilai moral yang mengiringi ilmu pengetahuan untuk diabdikan bagi
kemanusiaan. Dengan demikian nilai-nilai NDP bisa menjadi identitas yang khas
bagi kader-kader HMI.
Sehingga Ideologi HMI yang dibawa didalam
diri kader-kadernya yang selalu senantiasa untuk memperjuangkan Agama Islam dan
Meningkatkan Martabat bangsa Indonesia. Selama ini HMI dikenal dengan tradisi
pembaharuannya. Dalam pembaharuan akan selalu ada kritik dan otokritik terhadap
segala sesuatu yang ada. Hal ini memungkinkan adanya perbaikan dan pengembangan
ke arah yang lebih baik.[7]
Meskipun NDP berpretensi ideologis, NDP
tidak boleh diperlakukan sebagai dogma yang taken for granted oleh kader-kader
HMI. NDP bagi HMI tidaklah sama dengan al-Quran bagi umat Islam. Bagaimana pun
NDP adalah buatan manusia. Karena itu meskipun perumusannya didasarkan pada
wahyu yang bersifat mutlak, NDP tak lebih dari sekadar hasil interpretasi
manusia yang nilai kebenarannya relatif.
NDP bisa dikatakan sebagai satu usaha
berupa landasan filosofis untuk mencapai yang Mutlak, Kebenaran, yaitu Tuhan
itu sendiri. Keberadaan NDP harus disikapi secara kritis. Cak Nur sendiri,
selaku salah seorang perumus NDP, ketika ditanya apakah NDP masih relevan
dengan kondisi sekarang ataukah perlu diganti, mengatakan bisa saja, asal
tingkat intelektualitasnya tidak lebih rendah dari yang ada sekarang.[8]
Ideologi adalah landasan gerak, dalam arti
yang lebih luas ideologi dapat dikatakan sebagai seperangkat nilai-nilai
berdasarkan pandangan dunia (pandangan hidup) untuk mengatur kehidupan Negara
dalam segi-seginya dan yang disusun dalam sebuah konstitusi berikut
peraturan-peraturan dan implementasinya.[9]
Pada wilayah ideologi, Tauhid jelas
haruslah menjadi dasar utamanya (sumber). Bagaimana pemahaman kader maupun
manusia secara umum tentang Tauhid menjadi dasar dari epistemologinya. Sehingga
dengan pengetahuan yang bersumber dari Tauhid tersebut akan dapat menghasilkan
pandangan dunia yang objektif. Selanjutnya pandangan dunia atau cara memahami
realitas tersebut yang nantinya sebagai perangkat ideologi. Jika lebih
disederhanakan lagi, ideologi sangatlah penting dalam perjuangan politik, sebab
ideologi sebagai landasan setiap gerak yang akan diaktualisasikan.[10]
Saat ini kita tahu bahwa terdapat banyak
sekali ideologi raksasa yang dengan segala varianya juga memiliki orientasi
dalam pencapaian tujuan (liberalism, kapitalisme, sosialisme dll). Maka sebagai
landasan gerak yang universal dan baku Tauhid adalah rujukan atau sumber utama
ideologi yang jelas, permanent dan selalu relevan.
B. POLITIK ORGANISATORIS
Politik secara bahasa Arab disebut
“Siyasyah” yang kemudian diterjemah menjadi siasat, atau “Politics”.[11] Pada dasarnya mempunyai ruang
lingkup Negara, karena teori politik mempengaruhi hidup masyarakat, jadi negara
dalam keadaan bergerak. Politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri tetapi juga seni, dikatakan sebagai seni berapa banyak kita
melihat politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik, tetapi mampu berkiat
memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya. sehingga dengan
kharismatik menjalankan roda politik praktis.
Menurut Robert A. Dahl: ”Political science
is, of coure, the study of politics. One might better say, it is the systematic
study of politics, that is an attempt by systematic analysis to discover in the
confusing tangle of spesific detail what ever principles may exist of wide and
more general significance”.[12]
Maksudnya Ilmu politik adalah sudah barang
tentu pelajaran tentang siasat, atau lebih baik pula dikatakan, hal ini sabagai
pelajaran terinci dari berbagai cara yaitu usaha pembahasan yang teratur untuk
menemukan pencegahan kebingungan yang kacau dalam pengertian yang lebih luas.
Politik secara sederhana dapat kita
artikan sebagai suatu media untuk mencapai maksud atau tujuan. Politik
merupakan pengetahuan terapan, di mana dengan pengetahuan politik maksud serta
tujuan yang akan dicapai dapat diperjuangkan melalui perjuangan politik dengan
menggunakan ilmu pengetahuan politik. Tentu saja di dalam politik tersebut
masih membutuhkan banyak pengetahuan terapan yang lain, yaitu strategi dan
taktik. Di dalam Islam, system politik terdiri atas tiga prinsip pokok, Tauhid,
Risalah dan Khilafah. Prinsip yang pertama termanifestasikan dalam pembahasan
kita yang pertama mengenai ideologi.[13] Begitu juga dengan
prinsip yang ke dua, selain termanifestasikan dalam ideology juga
termanifestasikan melalui aturan-aturan serta tuntunan-tuntunan yang membatasi
kekuasan seorang khilafah. Sedangkan sebagai khilafah, setidaknya manusia
memiliki beberapa syarat sebagai berikut[14]:
1. Pemilik
dari bumi sepenuhnya adalah tetap Tuhan.
2. Pengelola itu akan mengelola milik
Tuhan sesuai dengan instruksi-instruksinya (pemahaman kita terhadap tauhid yang
termanifestasikan sebagai ideologi).
3. Pengelola milik Tuhan akan melaksanakan
kekuasannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan Tuhan atas dirinya.
4. Dalam mengelola itu, ia akan
melaksanakan kehendak Tuhan, bukan kehendaknya sendiri (kemerdekaan individu,
keharusan universal dan tetap bertitik tolak dari Tauhid).
Secara
singkat politik adalah untuk kekuasaan, sebab hanya dengan kekuasanlah tujuan
dapat terwujud. Namun dengan kekuasan yang telah didapatkan nantinya, kekuasan
tersebut tetap harus dijalankan berdasarkan atas ideologi yang sudah
dipilihnya. Dalam kaitanya dengan ini, politik tidak terlepas dari 4 hal ;
order (susunan, pembagian, perintah), virtue (kebajikan), freedom (kebebasan atau kemerdekaan) dan happiness atau welfare (kebahagiaan dan
kesejahteraan).
Kekuasaan
yang diperoleh melalui politik haruslah dapat mewujudkan empat hal tersebut di
atas, jika tidak maka kekuasaan yang ada bertentangan dengan fithrah dan tujuan
kekuasaan yang murni, tentu saja jalan yang dilalui oleh perjuangan politik
adalah tidak benar, sebab akibatnya pun tak selaras dengan tujuan idealnya.
Sebagai
organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan karena
itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah perjuangan
kebenaran, atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, maka HMI tetap
disebut sebagai kekuatan moral dan pantulan suara nurani masyarakat. akan
tetapi, sebagai organisasi yang telah mengalami perkembangan sedemikian rupa,
termasuk persentuhannya dengan dinamika politik bangsa, maka setiap sikap dan
perilaku HMI akan tetap mempunyai nilai dan resonansi politis. HMI yang postur
awalnya sebagai moral force mau tidak mau juga dihitung sebagai political force.
Kondisi demikian menuntut HMI mengaktualisasi potensinya itu, baik moral force
maupun political force.[15] Tanpa aktualisasi
keduanya bukan hanya mubazir, tetapi juga akan menyebabkan proses pembusukan
secara internal. HMI juga mampu memproduksi pemimpin bangsa yang mempunyai
Strategi-strategi jitu serta taktik dalam membangun dan memperjuangkan martabat
bangsa Indonesia.
Karakteristik
khas pola gerakan HMI sejak awal berdirinya adalah tidak memisahkan gerakan
politik dengan gerakan keagamaan. Berpolitik bagi HMI adalah suatu keharusan,
sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI haruslah dilakukan secara
politis. Hal ini dikuatkan pula oleh pendiri HMI, Lafran Pane, bahwa bidang
politik tidak akan mungkin dipisahkan dari HMI, sebab itu sudah merupakan watak
asli HMI semenjak lahir. Namun hal itu bukan berarti HMI menjadi organisasi
politik, sebab HMI lahir sebagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan
(ormas), yang menjadikan nila-nilai Islam sebagai landasan teologisnya, kampus
sebagai wahana aktivitasnya, mahasiswa Islam sebagai anggotanya. Background
kampus dan idealisme mahasiswa merupakan faktor penyebab HMI senantiasa
berpartisipasi aktif dalam merespon problematika yang dihadapai umat dan
bangsa, jadi wajar jika HMI tetap memainkan peran politiknya dalam kancah
bangsa ini. Selain itu, argumentasi lain dikemukakan oleh Rusli karim dalam
tulisannya; “Walaupun HMI bukan organisasi politik, tetapi ia peka dengan
permasalahan politik. Bahkan kadang-kadang karena keterlibatannya yang sangat
tinggi dalam aktivitas politik ia dituduh sebagai kelompok penekan (pressure
group)”.[16]
Watak
khas pola gerakan politik HMI ini yang terinternalisasi sejak kelahirannya ini
menjadikan HMI senantiasa bersikap lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas
organisasinya, sehingga kehati-hatian inilah yang melahirkan sikap moderat
dalam aktivitas politik HMI.[17] Lahirnya sikap moderat
ini sebagai konsekuensi logis dari kebijakan HMI memposisikan dirinya harus
senantiasa berada diantara berbagai kekuatan kepentingan agar HMI bisa lebih
leluasa untuk melakukan respon serta kritisismenya dalam mencari alternatif dan
solusi dari problematika yang terjadi disekitarnya. Namun sebagai konsekuensi
logis pula bagi HMI, dengan sikap moderat dalam aktivitas politiknya ini,
munculnya kecenderungan sikap akomodatif dan kompromis dengan kekuatan
kepentingan tertentu, dalam hal ini penguasa.
Sikap
politik HMI dalam proses kesejarahannya memperlihatkan dinamika yang cukup
menarik untuk dikaji lebih dalam, terutama kaitannya antara sikap politik HMI
dengan konsisi sosial politik yang terjadi pada masa tertentu. Sedikitnya ada
dua faktor yang mempengaruhi pola gerakan HMI, yaitu; pertama faktor internal,
faktor ini berupa corak pemikiran keIslaman-keIndonesiaan yang dipahami HMI dan
kultur gerakan HMI yang dibentuk sejak kelahirannya; kedua faktor eksternal.
HMI yang menegaskan dirinya sebagai organisasi berbasis Islam dengan ajaran
Islam sebagai landasan nilai dalam gerakannya, tentunya tidak bisa dilepaskan
dari komunitas Islam. HMI pun menegaskan dirinya sebagai anak kandung umat
Islam yang senantiasa akan berjuang bersama-sama umat dan ditengah-tengah umat
dalam memperjuangkan terciptanya masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT (baldatun
toyyibatun warabbun ghafur). Oleh karena itu, pola gerakan HMI akan banyak
sekali dipengaruhi oleh kondisi
sosio-aspiratif umat Islam. Karena sosio-aspiratif ini pasti
berbeda-beda sesuai dengan perkembangan jaman, maka pola gerakan HMI dalam
konteks ini pun akan berubah sesuai dengan kondisi sosio-aspiratif umat Islam.
C.
Strategi dan Taktik
Strategi
adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,
perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Didalam
strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema,
mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki
taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.
Strategi
dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu
yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali memadukan ke dua
kata tersebut. Contoh berikut menggambarkan perbedaannya, "Strategi untuk
memenangkan keseluruhan kejuaraan dengan taktik untuk memenangkan satu
pertandingan".
Peter
Drucker, yang merupakan Profesor manajemen pemasaran memberi pengertian kepada
strategi dan taktik yaitu[18] :
•
Strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right things)
•
Taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan benar (doing the thing right)
Disisi
Lain Rasulullah SAW menyampaikan “Ilmu tanpa amal adalah dosa, demikian pula
amal tanpa ilmu.” Jika kita kaitkan dengan perjuangan politik, maka politik
adalah merupakan sebuah amal, jika tidak disertai dengan ilmu maka akan
sia-sia. Dalam sebuah perjuangan politik, strategi dan taktik adalah ilmunya,
selain landasan tauhid sebagai dasar ideology dan juga pengetahuan mengenai
ilmu politik itu sendiri. Strategi adalah memanfaatkan pertempuran untuk
mengakhiri peperangan, taktik adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan
suatu pertempuran. Sedangkan menurut Mao Tse Tung strategi adalah untuk
menguasai suatu peperangan secara keseluruhan, sedangkan taktik adalah untuk
melakukan kampanye (yang merupakan bagian dari peperangan). Namun yang perlu
juga kita garis bawahi di sini adalah strategi dan taktik dalam politik tidak
dapat meliputi sampai tercapainya tujuan, sebab strategi hanya meliputi jangka
waktu tertentu. Dalam pandangan HMI, seperti yang diungkapkan oleh Dahlan
Ranuwiharjo mewakili pendidik politik di HMI, strategi adalah Bagaimana
menggunakan peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu untuk
mencapai rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaiman menentukan sikap
atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat
tertentu.[19]
1.
Hubungan Taktik dengan Strategi
Taktik
merupakan bagian dari strategi. Maka dalam hal ini, taktik harus tunduk kepada
strategi yang ada.
a)
Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b)
Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c) Jika salah satu taktik gagal, maka
strategi masih bias berhasil dengan syarat taktik yang lainnya berhasil, dan
bersifat strategis.
d) Jika Sebagian taktik berhasil namun
sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka strategi gagal.
Taktik
strategis adalah taktik mengenai suatu kejadian politik, namun kejadian itu
menentukan bagi seluruh rencana strategis, dengan kata lain taktik ini adalah
taktik utama atau prioritas.
Stratak
hanya boleh dipelajari oleh pejuang tulen yang telah memiliki kesadaran
ideologi dan organisasi serta sanggup berfikir politis realistis. Seorang yang
penakut, menghindari resiko dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi dari
pada kepentingan perjuangan tidak usah mempelajari strata, akan sia-sia,
kasihan strataknya. Sebaliknya, orang yang yang berkesadaran ideologi serta
organisasi haruslah mempelajari strategi dan taktik, sehingga dia tidak akan
sembrono dalam bergerak, tidak anarkhis, tidak nyelonong saja serta tidak
bertindak radikal ekstrem.
2.
Stratak dan Organisasi
Stratak
adalah cara menggunakan dan mengendalikan organisasi untuk mencapai sasaran
perjuangan. Garis dari setiap strata harus disesuaikan dengan kondisi
organisasi, kesuksesan strata akan semakin memperkuat organisasi, begitu juga
sebaliknya. Semakin berkurang kekuatan organisasi, semakin tidak mampu
organisasi itu melaksankan stratak yang besar, semakin kecil stratak yang dapat
dilaksanakan oleh organisasi semakin jauh organisasi tersebut dari tujuan
perjuangan politiknya. Stratak tidak mampu berdiri sendiri, melainkan dia hanya
alat pelaksana bagi tujuan ideologi.
3.
Tugas Stratak
Menciptakan,
memelihara, dan menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada tujuan
(machts-vorming dan machts-anwending) adalah tugas stratak. Dengan kata lain,
tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan menambah kekuatan serta posisi
sendiri, di samping itu juga untuk menghancurkan dan mengurangi kekuatan serta
posisi lawan.
4.
Dasar-dasar Menyusun Strategi
a) Menetapkan sasaran yang hendak dicapai
oleh organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sasaran disesuaikan dengan
kemampuan oranisasi.
b) Jangka waktu ditentukan sebagai jangka
waktu sekarang (jangka pendek) dan jangka waktu beberapa tahun ke depan (jangka
panjang).
c)
Harus terdapat rencana atau strategi alternative.
d)
Harus dapat menambah kekuatan serta memperkuat posisi.
e) Harus mampu membentuk opini public
(subyektifitas menjadi objektifitas, sebab mendapatkan dukungan dan sokongan
dari kesepakatan wacana publik).
5.
Dasar-dasar Membentuk Taktik
Dikarenakan
taktik merupakan bagian dari strategi maka dasar bagi strategi berlaku juga
untuk taktik. Namun masih terdapat beberapa dasar yang berlaku untuk taktik.
a) Fleksibilitas, sikap dan langkah dapat
berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi.
b) Orientatif, evaluative dan estimative,
perjuangan politik tidak mampu melihat hasil atau keberhasilan yang dicapai
nanti, sebab hal tersebut belum terjadi. Namun dengan menentukan langkah,
mengira-ngira (mengorientasikan) serta mengevaluasi keadaan dan kemungkinan
yang akan terjadi, disertai dengan memperhitungkan beberapa hal maka kita akan
dapat melihat bayangan aka nada dan tidaknya kesempatan untuk berhasil.
c) Kerahasian, strategi harus
dirahasiakan, biarlah lawan meraba apa langkah perjuangan yang akan kita lalui.
d) Gerak tipu atau mengelabuhi.
e) Lima S (Sasaran, Sarana, Sandaran,
Sistem, Saat).
f) Perpaduan antara Kondisi Objektif dan
Kondisi Objektif, kondisi subjektif mematangkan kondisi objektif, begitu juga
sebaliknya. Antara kedua kondisi ini memiliki hubungan timbal balik (feedback)
dan bisa juga dikatakan sebagai simbiosis mutualisme (saling menguntungkan)
yang saling mempengaruhi.
6. Hukum-hukum Stratak
a) Kwantitas.
b) Perpaduan antara kwalitas dan
kwantitas.
c) Posisi.
d) Cadangan.
e) Kawan, Sekutu dan Lawan.
f) Divide et impera.
g) Menyerang adalah pertahan yang terbaik.
h) Membenarkan segala cara, selama tidak
bertentangn dengan ideologi dan membawa akibat yang dapat merugikan diri
sendiri.
7.
Pedoman Mencapai Hasil
a) Mencegah mudhorat lebih diutamakan dari
menarik manfaat.
b) Apa yang dapat diselesaikan hari ini,
selesaikan, jangan menunda.
c) Tidak ada rotan, akarpun jadi.
d) Hasil dalam perjuangan terletak pada
hasilnya sendiri, tidak ada satupun yang berhasil daripada keberhasilan.
Sehingga
dengan Ideopolstratak HMI diharapkan kader-kader HMI mampu membawa bangsa
Indonesia ini menjadi bangsa yang bermartabat di mata internasional.
Sebagaimana tertulis, kemunculan HMI merupakan kulminasi dari himpitan–himpitan
imperialisme Belanda. Himpitan–himpitan itu menyebabkan ”Keresahan Sosial” bagi
Umat Islam, kemudian menimbulkan ”Protes Sosial Keagamaan” untuk menunjukan
kekuatan Islam, yang ditandai berdirinya HMI 5 Februari 1947. HMI adalah suatu
gerakan pembaharuan untuk membebaskan umat Islam dan bangsa Indonesia dari
keterbelakangan. Pemikiran ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an HMI menampilkan
Islam yang bercorak khas Indonesia. Pemikiran ini akan mendatangkan perubahan,
sesuai dengan kebutuhan kontemporer menuju masa depan Indonesia baru yang
dicita-citakan seluruh rakyat Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT.[20]
HMI
tidak akan pernah terpisah dari Harapan Masyarakat Indonesia karena HMI
terlahir dari Harapan Masyarakat Indonesia, sehingga formulasi perjuangan
HMI-pun adalah formulasi perjuangan bangsa Indonesia. Tetapi akan berubah
ketika HMI tidak mampu menatap reealitas bangsa Indonesia. Perubahan yang terjadi pada bangsa Indonesia
berbeda sesuai tuntutan zamannya. Hal ini jelas akan menyebabkan formulasi
perjuangan HMI dalam mewujudkan Harapan Masyarakat Indonesia harus mengikuti
perubahan tersebut. Dan saat ini, masalah yang dihadapi masyarakat pun semakin
kompleks terkait tuntutan pemenuhan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan,
baik ekonomi, politik, sosial dan lain-lain yang semakin sulit dan perlu adanya
pemerataan untuk mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.[21]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.
Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18
untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap
sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu
(bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari
hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide
yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan
utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses
pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya
sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat
konsep ini menjadi inti politik.
Sejak awal HMI telah mencantumkan
“Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam” sebagai salah satu tujuannya,
di samping “Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia”. Dengan
demikian, Islam telah dijadikan sebagai landasan organisasi. Dalam hal ini HMI
tidak mendasarkan diri pada “mazhab” tertentu, walau kemudian dalam pola
pemikirannya HMI cenderung sebagai kelompok intelektual muslim pembaharu.
Sikap politik HMI dalam proses
kesejarahannya memperlihatkan dinamika yang cukup menarik untuk dikaji lebih
dalam, terutama kaitannya antara sikap politik HMI dengan konsisi sosial
politik yang terjadi pada masa tertentu. Sedikitnya ada dua faktor yang
mempengaruhi pola gerakan HMI, yaitu; pertama faktor internal, faktor ini
berupa corak pemikiran keIslaman-keIndonesiaan yang dipahami HMI dan kultur
gerakan HMI yang dibentuk sejak kelahirannya; kedua faktor eksternal. HMI yang
menegaskan dirinya sebagai organisasi berbasis Islam dengan ajaran Islam
sebagai landasan nilai dalam gerakannya, tentunya tidak bisa dilepaskan dari
komunitas Islam. HMI pun menegaskan dirinya sebagai anak kandung umat Islam
yang senantiasa akan berjuang bersama-sama umat dan ditengah-tengah umat dalam
memperjuangkan terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT
(baldatun toyyibatun warabbun ghafur). Oleh karena itu, pola gerakan HMI akan
banyak sekali dipengaruhi oleh kondisi sosio-aspiratif umat Islam. Karena
sosio-aspiratif ini pasti berbeda-beda sesuai dengan perkembangan jaman, maka
pola gerakan HMI dalam konteks ini pun akan berubah sesuai dengan kondisi
sosio-aspiratif umat Islam.
Sehingga dengan Ideopolstratak HMI diharapkan
kader-kader HMI mampu membawa bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang
bermartabat di mata internasional. Sebagaimana tertulis, kemunculan HMI
merupakan kulminasi dari himpitan–himpitan imperialisme Belanda.
Himpitan–himpitan itu menyebabkan ”Keresahan Sosial” bagi Umat Islam, kemudian
menimbulkan ”Protes Sosial Keagamaan” untuk menunjukan kekuatan Islam, yang
ditandai berdirinya HMI 5 Februari 1947. HMI adalah suatu gerakan pembaharuan
untuk membebaskan umat Islam dan bangsa Indonesia dari keterbelakangan.
Pemikiran ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an HMI menampilkan Islam yang bercorak
khas Indonesia. Pemikiran ini akan mendatangkan perubahan, sesuai dengan
kebutuhan kontemporer menuju masa depan Indonesia baru yang dicita-citakan
seluruh rakyat Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Daftar
Pustaka
Nurcholish Majid, Islam dan Keindonesiaan Menatap Masa Depan,
Jakarta : Penerbit Yayasan Wakaf Paramadina, 1986.
Solchin, HMI Candradimuka Mahasiswa, Jakarta :
Sinergi Persadatama Foundation, 2010.
Agussalim Sitompul, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam
Tahun 1947-1993, Jakarta : Intermasa, 1994.
Aagussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Jakata : PT. Integrita Dinamika Press,
1986.
Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan
Kedudukannya di tengah Gerakan-gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia.
Jakarta : Sinar Harapan, 1982.
Saidi, Ridwan, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa
1925-1984, Jakarta : CV. Rajawali, 1984.
Mintareja, Islam dan Politik Islam dan Negara di
Indonesia, Jakarta : PT Septenarius, 1976.
Yunisva,
Hesti, Ideology dalam Perspektif Islam,
Bogor : ESAB Gifari Yusuf, 2003.
Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992.
CURICULUM VITAE
DATA PRIBADI
Nama :
Much. Yayi luthfi Mubarok
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Bandung, 30
Mei 1994
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Perkawinan : Belum kawin
Tinggi, Berat badan : 155 cm, 52 kg
Kesehatan : Sangat baik
Agama : Islam
Alamat lengkap : Jl.
Pangauban RT. 02/02 No. 36 Ds. Girimukti Kec. Saguling Kab. Bandung Barat
No HP : 08562175816
Email : lutfieyay@gmail.com
PENIDIKAN
1.
SD
Negeri Maroko, Tamat/Berijazah
2.
MTs
AL-ihsan Batujajar, Tamat/Berijazah
3.
MA
Al Basyariyah Kab. Bandung, Lulus 2013
PEKERJAAN SAAT INI
1.
Mahasiswa
di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
PENGALAMAN
ORGANISASI SAAT INI
1
KNPI
KEC. SAGULING KAB. BANDUNG BARAT
2
HMI
Komisariat FEBI UIN SUNAN KALIJAGA
3
DPUDT
YOGYAKARTA
4
MUSIC
JOGJA
[1] Jurnal, Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Fisipol UGM, diambil dari http://library.bakrie.ac.id/index.php/jurnal/80-jurnal-ilmiah/97-jurnal-ilmu-sosial-dan-ilmu-politik-fisipol-ugm, 15 Januari 2016.
[4] Yunisva, Hesti,
2003, Ideology dalam Perspektif Islam,
Bogor : ESAB Gifari Yusuf, hlm 124
[5] Ibid.
[6] Nurcholish Majid,
1986, Keislaman dan Keindonesiaan Menatap
Masa Depan, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, hlm 60.
[7] Solichin, 2010, HMI Chandradimuka Mahasiswa, Jakarta : Sinergi
Persadatama Foundation, hlm 215.
[8] Nurcholish Majid, 1986,
Keislaman dan Keindonesiaan Menatap Masa
Depan, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, hlm 72.
[9] Yunisva, Hesti,
2003, Ideology dalam Perspektif Islam,
Bogor : ESAB Gifari Yusuf, hlm 144.
[10] Ibid.
[11] Surbakti Ramlan,
1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta
: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, hlm 56.
[12] Robert A. Dahl,
1996, Study Of Politics, hlm 108.
[13] Ibid.
[15] Solichin, 2010, HMI Chandradimuka Mahasiswa, Jakarta : Sinergi
Persadatama Foundation, hlm 137.
[16] Rusli Karim, 2006,
HMI bukan Organisasi Politik, Jakarta
: Pressure Group, hlm 49.
[18] Peter Drucker,
1998, Startegi dan Taktik, Jakarta :
Persada Grup, hlm 79.
[20] Agussalim
Sitompul, 2008, 44 indikator kemunduran
HMI, Jakarta : Intermasa, hlm 98.
rapi,bagus tulisannya
BalasHapusMantap dan luarbiasa Makalah nya
BalasHapus